dc.description.abstract |
“ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWEER) PASAL 49 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG DIBERLAKUKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM PIDANA DENGAN PASAL 34 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA”
Pembelaan terpaksa (noodweer) adalah salah satu bentuk alasan pembenar dalam hukum pidana yang memberikan perlindungan hukum bagi seseorang yang melakukan suatu tindakan pidana, tapi dilakukan karena terpaksa membela diri dari serangan yang melawan hukum. Peristiwa ini sering terjadi dalam kehidupan masyarakat, misalnya saat seseorang membela diri dari tindakan kekerasan, namun justru malah menjadi pihak yang dipidana. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perbedaan ketentuan antara KUHP lama, yaitu Pasal 49 ayat (1) yang berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yaitu Pasal 34 ayat (1). Perbedaan ini salah satunya terletak pada dihapusnya unsur “ancaman serangan yang dekat” di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yang sebelumnya menjadi syarat penting pembelaan terpaksa bisa dibenarkan secara hukum.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis yuridis terhadap pembelaan terpaksa (noodweer) dalam kedua pasal tersebut dan apa akibat hukum yang timbul dari tindakan pembelaan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis normatif, dengan pendekatan perbandingan yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghapusan unsur "serangan yang dekat" dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 bisa menimbulkan perbedaan dalam menilai sah atau tidaknya pembelaan terpaksa. Tanpa adanya ancaman yang benar-benar dekat dan nyata, maka pembelaan bisa dianggap berlebihan atau tidak relevan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelaan terpaksa tetap merupakan bentuk perlindungan hukum yang sah bagi warga negara, namun tetap harus memperhatikan syarat-syarat yang berlaku agar tidak terjadi penyalahgunaan. Dalam praktiknya, pemahaman yang salah terhadap konsep noodweer dapat menyebabkan ketidakadilan, baik bagi pelaku maupun korban. Saran dari penulis adalah perlunya edukasi hukum kepada masyarakat agar tahu kapan pembelaan diri diperbolehkan, serta peningkatan pemahaman bagi aparat penegak hukum agar mampu memahami secara tepat perbedaan antara pembelaan yang sah dan pembelaan yang melampaui batas. |
en_US |