Abstract:
Putusan hakim dalam menjatuhkan pidana pada perkara peredaran sediaan
farmasi jenis obat hexymer yang tidak memiki izin dari Badan Pengawasan Obat
dan Makanan serta Kementerian Kesehatan, selalu mengedepankan pidana penjara
daripada pidana denda sehingga tidak memberikan rasa keadilan dan tidak sesuai
tujuan penjatuhan pidana. Oleh sebab itu, yang menjadi rumusan masalah adalah
bagaimana pengaturan dan penerapan pidana denda sebagai alternatif dalam
perkara mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin berdasarkan UU No
17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian
yang difokuskan untuk mengkaji peraturan perundangan dan asas-asas hukum serta
dihubungan dengan teori hukum dan putusan perkara mengedarkan sediaan farmasi
yang tidak memiliki izin berdasarkan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama. Pengaturan pidana denda
sebagai alternatif dalam perkara mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki
izin berdasarkan UU Kesehatan yang lama yakni UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan masih memfomulasikan sistem pidana secara komulatif sedangkan
dalam UU Kesehatan yang baru yakni, UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
telah memberikan ancaman pidana secara alternatif. Kedua. Penerapan pidana
denda sebagai alternatif dalam perkara mengedarkan sediaan farmasi yang tidak
memiliki izin berdasarkan UU No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, hakim masih
mengedepankan pidana penjara karena perbuatan yang dilakukan sifatnya
pengulangan akan tetapi hakim juga harus mempertimbangkan asas peradilan cepat,
sederhana dan biaya ringan serta tujuan pemidanaan menurut teori analias ekonomi
terhadap hukum yang kedepankan denda agar tidak membebankan keuangan negara
serta mempertimbangkan jumlah di edarkan sedikit dan tidak ada korban jiwa maka
putusan yang tepat adalah membayar denda dan tidak perlu pidana penjara.