Abstract:
Adanya penolakan pelaksanaan outopsi mayat/bedah mayat oleh pihak
keluarga sehingga menghambat proses penyidikan tindak pidana pembunuhan
namun pada Pasal 133 dan Pasal 134 KUHAP menegaskan bahwa outopsi/bedah
mayat oleh Ahli Kedokteran Kehakiman atau dokter atau ahli lainnya sangat
diperlukan untuk pembuktian bedah mayat dan hasil pemeriksaannya dibuat
dalam bentuk surat berupa Visum Et Repertum. Adapun rumusan masalah adalah
bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana
pembunuhan dihubungkan dengan Pasal 187 Huruf c Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana serta hambatan dan upaya yang dilakukan penyidik untuk
mengatasi hambatan tersebut
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan
mengkaji peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum dan teori hukum yang
dihubungan pada studi kasus penyidikan tindak pidana pembunuhan di Wilayah
Ciamis
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pertama. Visum Et
Repertum merupakan alat bukti surat dan/atau keterangan ahli guna pembuktian
secara medis tentang sebab-sebab kematian tidak wajar (Unnatural Death),
sehingga memiliki peranan penting dalam mengungkap tindak pidana
pembunuhan di Wilayah Hukum Polres Ciamis sebagaimana dijelaskan pada
Pasal 187 Huruf (c) KUHAP. Kedua. Salah satu hambatan pengungkapan tindak
pidana pembunuhan adalah keberatan penolakan outopsi/bedah mayat dari pihak
keluarga. Dikarenakan pada Pasal 134 Ayat (1) KUHAP menghendaki Penyidik
wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak keluarga korban. Ketiga
Upaya yang dilakukan penyidik adalah memberikan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukan pembedahan tersebut akan tetapi demi
kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana maka penyidik tetap melakukan
outopsi/bedah mayat dan bahkan dapat menerapkan Pasal 216 Ayat (1) Juncto
Pasal 222 KUHP karena tidak patuh terhadap perintah Penyidik serta
menghalang-halangi penyelesaian perkara pidana.