Abstract:
Perbuatan santet telah di kriminalisasikan dalam Pasal 252 UU No. 1
Tahun 2023 tentang KUHP dikarenakan sangat merugikan dan membahayakan
orang lain sehingga seringkali terjadi main hakim sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat akibat ditemukan penyakit aneh yang tak pernah sembuh dan bahkan
meninggal dunia tanpa diketahui secara keilmuan kedokteran. Oleh sebab itu,
yang menjadi rumusan masalah yaitu Bagaimana ketentuan pidana santet dalam
Pasal 252 KUHP UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP? dan Bagaimana
keterangan ahli dokter dalam pembuktian pidana santet ?.
Metode penelitian yang diterapkan adalah pendekatan yuridis normatif
dengan mengkaji dan menganalisis peraturan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus
(case approach) secara medis terhadap pasien yang meninggal dunia maupun
sakit bukan karena penyakit medis.
Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa Pertama. Perbuatan santet
termasuk delik formil tidak murni karena yang dibuktikan hanya perbuatannya
yaitu yang menyatakan kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan,
menawarkan atau memberikan bantuan kepada orang lain karena perbuatannya
dapat menimbulkan penyakit atau kematian atau penderitaan mental atau fisik
seseorang serta perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan
sebagai mata pencaharian atau kebiasaan. Kedua. Keterangan dokter sebagai saksi
ahli dan/atau surat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 184 KUHAP sangat
penting pada pembuktian hukum pidana karena secara medis atau keilmuan
kedokteran dapat menegaskan apakah ada penyakit atau tidak setelah melalui
pemeriksaan fisik secara sistematik, dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium
atau dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti rongsen, USG,
MRI atua CT-Scan yang merupakan salah satu pendukung mengenai diagnose
sebauh penyakit terhadap pasien