Abstract:
Penelitian ini membahas secara mendalam fenomena obstruction of justice dalam kasus tindak pidana seksual terhadap anak di bawah umur di Indonesia, serta mengeksplorasi hubungan dan implementasi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban dalam konteks tersebut. Meskipun Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 telah disahkan untuk memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban, kenyataannya obstruction of justice masih sering menjadi penghalang serius dalam proses penegakan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui studi terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan dan metode penelitian hukum empiris melalui wawancara mendalam dengan berbagai pihak terkait, termasuk penegak hukum, advokat, dan korban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obstruction of justice merupakan hambatan utama dalam upaya mencapai keadilan bagi korban anak. Pelaku tindak pidana seksual sering kali menggunakan berbagai metode intimidasi, kekerasan, dan tekanan psikologis untuk mencegah korban dan saksi memberikan kesaksian yang benar di pengadilan. Tindakan-tindakan tersebut tidak hanya memperpanjang trauma yang dialami oleh korban, tetapi juga merusak integritas proses hukum dan menghambat penegakan hukum yang seharusnya adil dan transparan. Penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun ada kerangka hukum yang cukup komprehensif dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, implementasinya di lapangan masih jauh dari memadai. Perlindungan fisik, dukungan psikologis, dan pendampingan hukum bagi anak korban sering kali tidak tersedia atau kurang efektif, mengakibatkan kerentanan tambahan bagi korban dalam menghadapi tekanan dari pelaku. Kesimpulan dari penelitian ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perlindungan yang lebih efektif dan komprehensif bagi anak korban tindak pidana seksual. Beberapa rekomendasi yang diajukan meliputi: peningkatan perlindungan anak korban melalui penyediaan dukungan psikologis yang berkelanjutan, perlindungan fisik yang memadai, dan pendampingan hukum yang konsisten; penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku obstruction of justice untuk mencegah intimidasi dan kekerasan terhadap saksi dan korban; serta pengawasan yang lebih ketat terhadap proses peradilan untuk memastikan bahwa hak-hak korban terpenuhi. Selain itu, penelitian ini menekankan pentingnya pendidikan dan kampanye yang lebih luas mengenai perlindungan anak korban serta peran yang lebih aktif dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam mendukung saksi dan korban selama proses peradilan. Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan keadilan bagi anak korban tindak pidana seksual dapat tercapai, dan obstruction of justice dapat diminimalisir sehingga proses hukum dapat berjalan secara lebih adil dan efektif.