dc.description.abstract |
STUDI KOMPARATIF TERHADAP RESTORATIF JUSTICE ATAS TINDAK PIDANA PENCURIAN BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Latar belakang penelitian ini berangkat dari realitas bahwa sistem peradilan pidana konvensional sering kali tidak mampu memberikan penyelesaian yang berkeadilan, khususnya dalam kasus tindak pidana pencurian yang tergolong ringan. Model peradilan retributif yang menitikberatkan pada hukuman seringkali mengabaikan pemulihan korban, rekonsiliasi sosial, serta keadilan substantif bagi pelaku yang sebenarnya masih memiliki potensi untuk diperbaiki. Dalam konteks tersebut, keadilan restoratif hadir sebagai pendekatan alternatif yang mengedepankan penyelesaian perkara secara damai, partisipatif, dan berorientasi pada pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan konsep serta penerapan keadilan restoratif (restorative justice) atas tindak pidana pencurian dalam perspektif hukum positif Indonesia dan hukum pidana Islam. Keadilan restoratif merupakan pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara pidana yang menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Dalam hukum positif Indonesia, konsep ini masih bersifat administratif dan terbatas pada tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021. Sementara dalam hukum pidana Islam, konsep restorative justice telah lama dikenal melalui mekanisme islah (perdamaian), al-afwu (pemaafan), dan diyat (kompensasi), yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, dan ijtihad para fuqaha.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) dan studi komparatif. Data diperoleh dari sumber primer berupa dokumen hukum positif dan kitab-kitab fikih Islam, serta literatur sekunder yang relevan. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan sistematis dan logis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur penyelesaian keadilan restoratif dalam hukum positif Indonesia memerlukan kesepakatan formal antara korban dan pelaku, serta keterlibatan aparat penegak hukum untuk pengesahan. Sementara dalam hukum pidana islam, penyelesaian dilakukan dalam koridor sosial dan moral melalui islah yang dimediasi oleh tokoh masyarakat atau qadi tanpa keharusan melalui jalur peradilan resmi, selama kedua belah pihak telah sepakat.
Meskipun terdapat perbedaan dalam dasar normatif dan prosedural antara kedua sistem hukum, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memulihkan keadaan, memperbaiki perilaku pelaku, serta menciptakan keadilan yang lebih humanis dan solutif. Hukum Islam memberikan ruang lebih luas untuk penyelesaian damai bahkan pada jarīmah tertentu, selama belum ditegakkan hukuman hadd, sementara hukum positif Indonesia masih membatasi ruang lingkup restorative justice. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara nilai-nilai keadilan dalam islam dengan sistem hukum positif Indonesia guna memperkuat konsep keadilan restoratif secara lebih komperhensif dan aplikatif. |
en_US |