dc.description.abstract |
PENYELESAIAN TERHADAP BATAS TANAH ATAS DUA SERTIPIKAT
DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 1960 TENTANG UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA DI
KELURAHAN MULYASARI KECAMATAN TAMANSARI KOTA
TASIKMALAYA
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok
Pokok Agraria mengatur penguasaan dan pendaftaran tanah untuk memastikan
kepastian hukum. Meskipun demikian, seiring waktu, permasalahan tumpang
tindih sertipikat tanah masih sering terjadi, salah satunya akibat kesalahan
administrasi atau kelalaian petugas dalam proses pendaftaran tanah, yang dapat
menyebabkan ketidakpastian hukum, konflik, dan menghambat perkembangan
ekonomi.
Dalam hal ini penulis mengangkat permasalahan penyelesaian terhadap batas
tanah atas dua sertipikat dihubungkan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, kendala yang dihadapi
dalam penyelesaian terhadap batas tanah atas dua sertipikat dihubungkan dengan
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok
Agraria, dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala penyelesaian
terhadap batas tanah atas dua sertipikat dihubungkan dengan Pasal 19 Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Deskriptif Analitis, yaitu
cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi serta menggunakan metode pendekatan komparatif. Dan teknik
pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dan penelitian lapangan
dengan observasi dan wawancara.
Penyelesaian sengketa batas tanah akibat tumpang tindih sertipikat di
Kelurahan Mulyasari, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, dilakukan
melalui penelitian dokumen, verifikasi lapangan, dan mediasi, namun sering
terkendala oleh ketidaksesuaian data dalam sertipikat, kesalahan pengukuran,
serta kurangnya kelengkapan administrasi. Proses pengukuran ulang dengan
teknologi modern dan penyusunan berita acara penataan batas menjadi langkah
penting, tetapi sering terhambat oleh kurangnya kerja sama atau perubahan
lingkungan. Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian
dilakukan melalui jalur hukum, baik melalui PTUN maupun gugatan perdata.
Kendala administratif dalam pencabutan atau revisi sertipikat juga memperlambat
penyelesaian sengketa dan meningkatkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu,
implementasi Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang
Undang Pokok Agraria serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sangat
penting untuk memastikan pendaftaran tanah yang akurat dan transparan guna
menjamin kepastian hukum bagi pemilik lahan.
Adapun saran yang diberikan penulis yaitu diharapkan pemerintah dapat
mempercepat proses pencabutan atau revisi sertipikat dengan penyederhanaan
birokrasi agar penyelesaian sengketa tanah lebih efektif dan efisien. |
en_US |