Abstract:
Sistem hukum di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks ketika
berurusan dengan pelaku kejahatan yang memiliki gangguan jiwa. Di satu sisi,
hukum harus memastikan keadilan dan keselamatan publik, namun di sisi lain, juga
perlu mempertimbangkan kondisi kesehatan mental pelaku.
Adapun yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut : Tindak
Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa
Dihubungkan Dengan Pasal 44 KUHP Di Polres Ciamis (Studi Kasus Nomor LP /
B / 19 / V / 2023 / SPKT / POLSEK LAKBOK / POLRES CIAMIS / POLDA
JABAR), Kendala-kendala Yang Terdapat Dalam Tindak Pidana Pembunuhan
Yang Dilakukan Oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa Dihubungkan Dengan Pasal
44 KUHP Di Polres Ciamis (Studi Kasus Nomor LP / B / 19 / V / 2023 / SPKT /
POLSEK LAKBOK / POLRES CIAMIS / POLDA JABAR), dan Upaya-Upaya
Yang Dilakukan Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orang
Dengan Gangguan Jiwa Dihubungkan Dengan Pasal 44 KUHP Di Polres Ciamis
(Studi Kasus Nomor LP / B / 19 / V / 2023 / SPKT / POLSEK LAKBOK / POLRES
CIAMIS / POLDA JABAR).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskiptif dengan pendekatan
yuridis normatif, yaitu menggunakan bahan pustaka atau bahan sekunder untuk
penelitiannya, yang dapat meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tertier.
Tersangka dengan gangguan jiwa telah melakukan tindak pembunuhan
terhadap korban karena alasan sepele yakni tidak diberi rokok, terdapat aspek
hukum yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penanganannya.
Kendala-Kendala diantaranya kondisi mental tersangka yang tidak stabil dan
absennya dokter spesialis jiwa di Polres Ciamis. Upaya-Upaya Yang Dilakukan
diantaranya meminta keterangan dari Dokter Ahli Jiwa atau Psikiatris untuk
mendapatkan Surat Visum Et Repertum Psiatrikum, selain itu penyidik
mendapatkan surat keterangan dari Ahli Pidana yang menekankan bahwa pelaku
memenuhi unsur dalam Pasal 338 dan Pasal 351 Ayat (3) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan diantaranya pihak kepolisan
melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya memahami dan
mengenali gejala gangguan jiwa, seharusnya pemerintah perlu meningkatkan
ketersediaan fasilitas kesehatan mental, dan seharusnya pihak kepolisian merevisi
kerangka kerja hukum untuk menangani pelaku kejahatan dengan latar belakang
gangguan jiwa.