Abstract:
PELAKSANAAN UPAYA DIVERSI DALAM PERKARA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2023/PN.Tsm)
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Pelaku tindak pidana Kekerasan terhadap anak dikenai sanksi berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, proses diversi dengan menggunakan asas restorative justice hanya digunakan pada kasus anak yang ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan pidana, seperti halnya kasus dalam Perkara Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2023/PN.Tsm yang merupakan pelaku kekerasan yang masih berusia di bawah umur.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini diindentifikasi sebagai berikut, bagaimanakah pelaksanaan, kendala-kendala dan upaya-upaya Diversi tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh anak dihubungkan dengan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2023/PN.Tsm)
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis melalui metode pendekatan yuridis normatif. Deskriptif analitis adalah menggambarkan masalah yang telah terjadi, sedangkan teknik mengumpulkan data menggunakan metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan observasi dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan upaya diversi dalam perkara kekerasan yang dilakukan oleh anak dihubungkan dengan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pelaksanaan diversi baik dari tahap penyidik sampai tahap pengadilan tidak terlaksana dengan baik dan tidak mendapatkan hasil diversi, dalam proses diversi dalam kasus Anak Pelaku I dan II, pada pelaksanaan ditemukan beberapa hambatan-hambatan yaitu adanya penolakan diversi yang dilakukan oleh keluarga anak korban, yang mana keluarga korban menginginkan kasusnya tetap dilaksanakan sesuai aturan hukum. Upayanya adalah dengan dilaksanakan putusan pengadilan, dengan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dititipkan ke LPKS.
Saran penulis bagi aparat penegak hukum juga harus aktif dalam sosialisasi tentang pidana anak, dan juga aktif penyuluhan baik di masyarakat maupun sekolah, untuk memberikan pemahaman tentang tindak pidana oleh anak dan juga akibatnya serta bagaimana cara penyelesaiannya.