Abstract:
Di dalam putusan yang menjadi terdakwanya adalah seorang yang terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mempermudah atau menghubungkan sehingga terjadinya perbuatan cabul karena pencaharian atau kebiasaan atau sebagai mucikari sebagaimana diatur dalam pasal 296 KUHP sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum.
Penulis melakukan penelitian dengan bahasan identifikasi masalah bagaimana analisis yuridis mengenai penerapan pasal 296 kitab undang-undang hukum pidana (studi kasus putusan nomor :294/Pid.B/2018/Pn.Cma) dan apa yang menjadi pertmbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana mengenai penerapan pasal 296 kitab undang-undang hukum pidana (studi kasus putusan nomor : 294/Pid.B/2018/PN.Cms).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis yaitu cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi serta menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan observasi dan wawancara.
Hasil pembahasan dan kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian ini adalah bahwa analisis yuridis mengenai penerapan pasal 296 kitab undang-undang hukum pidana (studi kasus putusan nomor 294/Pid.B/2018/PN.Cms) yaitu didalam putusan dijelaskan bahwa terdakwa dalam melakukan tindak pidananya menggunakan media elektronik berupa hp android yang secara onloine dilakukan melalui media sosial yaitu whatupp,akan tetapi jaksa penuntut umum dalam dakwaannya hanya menggunakan pasal 296 KUHP saja, tidak sama sekali memeperhatikan serta menjelaskan bahwa terdakwa juga melanggar pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik. Maka majelis hakim dalam memutuskan perkara terhadap terdakwa sebagaimana apa yang telah dituntutkan oleh jaksa penuntut umum sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana menurut pasal 296 KUHP. Pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap penerapan pasal 296 kitab undang-undang hukum pidana (studi kasus putusan nomor : 294/Pid.B/2018/PN Cms) yaitu bahwa berdasarkan pertimbangan majelis hakim semua unsur yang termuat dalam pasal 296 KUHP telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa,maka perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didalkwakan dalam dakwaan alternatif kesatu. Selanjutnya majelis hakim hanya mempertimbangkan unsur-unsur dari pasal 296 KUHP saja karena jaksa penuntut umum hanya menuntut terdakwa dengan pasal 296 KUHP tidak dengan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dalam persidangan,majelis hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana,baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf,maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Saran dari penulis diharapkan agar apparat penegak hukum dapat membantu membuka pola piker masyarakat dengan meningkatkan kesadaran hukum akan bahaya praktik prostitusi dengan cara memberikan berbagai penyuluhan oleh apparat penegak hukum setempat kepada masyarakat