Abstract:
Tindak pidana penipuan dalam sektor asuransi merupakan bentuk kejahatan yang semakin marak terjadi seiring dengan meningkatnya penggunaan layanan asuransi di masyarakat. Modus yang dilakukan oleh pelaku sangat beragam, mulai dari pengajuan klaim palsu, manipulasi dokumen, hingga rekayasa kejadian guna memperoleh manfaat asuransi secara melawan hukum.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis. Dalam Pasal 381 KUHP lama, penipuan diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan. Sementara Pasal 498 KUHP baru memperluas cakupan unsur-unsur tindak pidana penipuan dengan mempertegas pengertian serta menyesuaikan dengan konteks sosial dan perkembangan kejahatan modern, termasuk kejahatan yang melibatkan teknologi dan lembaga keuangan seperti asuransi. Penelitian ini menganalisis unsur-unsur tindak pidana dalam kedua pasal tersebut, relevansinya terhadap perkembangan kejahatan di sektor asuransi, serta efektivitasnya dalam memberikan perlindungan hukum bagi perusahaan asuransi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 498 KUHP baru memberikan pengaturan yang lebih spesifik, jelas, dan relevan terhadap praktik kejahatan modern, terutama dalam menjawab berbagai modus penipuan yang kompleks dalam sistem asuransi digital saat ini. Pembaruan ini memperjelas bentuk pertanggungjawabkan pidana dan memperkuat perlindungan hukum terhadap penanggung yang dirugikan. Dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 merupakan langkah maju dalam pembaruan hukum pidana nasional yang lebih adaptif, responsif, dan progresif terhadap tantangan kejahatan ekonomi modern, khususnya di sektor perasuransian, serta berkontribusi dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan efektif di Indonesia.