Abstract:
ELAKSANAAN AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG DISABILITAS
BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 85 UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
PENYANDANG DISABILITAS PADA OBJEK WISATA SITU
LENGKONG PANJALU DESA PANJALU KABUPATEN CIAMIS
Penelitian ini menganalisis implementasi aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas berdasarkan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas di objek wisata Situ Lengkong Panjalu, Desa Panjalu,
Kabupaten Ciamis. Aksesibilitas sangat penting untuk menjamin kesetaraan bagi
penyandang disabilitas khususnya dalam sektor pariwisata. Serta mewajibkan
pemerintah untuk menjamin layanan pariwisata yang mudah diakses bagi mereka.
Namun, di Situ Lengkong Panjalu, aksesibilitas belum sepenuhnya tersedia, yang
menimbulkan persepsi bahwa kebutuhan penyandang disabilitas diabaikan.
Hal ini menunjukkan kesenjangan antara kerangka hukum yang ideal dan
implementasi praktis di tingkat lokal. Adapun tiga masalah utama yang
diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu, bagaimana pelaksanaan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di Situ Lengkong Panjalu berdasarkan Pasal 85 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016, apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
aksesibilitas tersebut, serta upaya-upaya apa yang telah dan akan dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan metode
yuridis normatif. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research)
yang mencakup bahan hukum primer dan sekunder, serta penelitian lapangan (field
research) melalui observasi, wawancara dengan pengelola wisata dan pihak terkait,
serta dokumentasi.
Pelaksanaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Situ Lengkong
Panjalu belum sesuai dengan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
karena adanya ketidakselarasan antara peraturan hukum dan realitas di lapangan.
Kendala yang dihadapi meliputi tidak tersedianya fasilitas fisik esensial seperti
guiding block dan ramp, minimnya pemandu wisata yang kompeten, kurangnya
informasi audio dan taktil, serta masalah non-fisik seperti kurangnya sosialisasi,
anggaran, dan dualisme tanggung jawab antara pemerintah provinsi dan desa.
Meskipun demikian, upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Panjalu, seperti
merekrut penyandang disabilitas sebagai staf desa dan memberikan bantuan kursi
roda, yang mencerminkan pergeseran menuju paradigma pemberdayaan.
Pihak pengelola dan pemilik wisata harus meningkatkan pemahaman
mereka tentang aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Mereka perlu
memprioritaskan pembangunan infrastruktur penting yang belum tersedia,
pemandu wisata mengikuti pelatihan rutin untuk melayani wisatawan disabilitas
dengan baik. Pemerintah Desa Panjalu juga perlu mengalokasikan anggaran khusus
untuk perbaikan infrastruktur, seperti pemasangan guiding block dan ramp, serta
berkoordinasi secara intensif dengan Dinas Pariwisata untuk mengatasi masalah
dualisme kewenangan yang selama ini menghambat pembangunan.