Abstract:
Penelitian bertujuan mendeskripsikan eksistensi dan prosesi tradisi Nadran, serta mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Tradisi Nadran di Desa Baregbeg, Ciamis, merupakan bentuk syukur masyarakat atas hasil bumi dan sarana membina keharmonisan hubungan antara manusia, leluhur, dan alam. Meskipun umumnya dikenal sebagai ritual perayaan, di Baregbeg tradisi ini diadaptasi oleh komunitas masyarakat dan dilaksanakan setiap tahun pada bulan Maulid (Rabiul Awal) di Situs Ki Buyut Manguntapan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, observasi partisipan pasif, wawancara mendalam dengan tokoh adat, budayawan, juru kunci, dan masyarakat setempat, serta dokumentasi. Data dianalisis menggunakan model interaktif Miles, Huberman dan Saldana, meliputi kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Nadran di Situs Ki Buyut Manguntapa melibatkan serangkaian persiapan dan pelaksanaan yang sarat makna simbolik dan spiritual. Persiapan meliputi musyawarah adat, puasa dan penyucian diri, pengambilan air dari tujuh mata air suci, pembuatan nasi liwet tujuh warna, penetapan larangan dan pantangan, serta pembersihan situs makam. Prosesi utamanya mencakup berjalan kaki tanpa alas kaki menaiki tangga situs, doa bersama menghadap arah barat ke timur, mengenakan pakaian hitam, penyajian nasi liwet tujuh warna, dan tabur bunga. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi ini meliputi religiusitas, kebersamaan dan gotong royong, pelestarian budaya lokal, dan pelestarian ekologis. Tradisi ini berfungsi sebagai media edukasi moral dan penguat identitas komunal, menunjukkan bagaimana masyarakat lokal merawat alam dan hubungan sosial melalui praktik budaya yang berkelanjutan.
Description:
Era modern tidak selalu berarti harus melempar semua tradisi, tetapi justru bisa menjadi kesempatan untuk mengevaluasi dan memperkuat nilai-nilai tradisi yang bermakna. Dalam konteks ini, tradisi tidak dipandang sebagai sesuatu yang kaku atau kuno, melainkan sebagai warisan budaya yang hidup, yang mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Modernitas yang sejati adalah ketika kita dapat memadukan kemajuan teknologi dan inovasi dengan akar budaya yang memberikan identitas dan makna (Liliweri, 2019). Dengan cara ini, tradisi tidak hanya dilestarikan tetapi juga diperbarui, sehingga relevan dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Transformasi ini memungkinkan tradisi untuk menjadi panduan moral dan sosial dalam era yang serba cepat dan dinamis, menjadikan modernitas sebagai kelanjutan yang harmonis, bukan sebagai penghancur tradisi kunci dari tranformasi yang sukses adalah menemukan antara mempertahankan identitas budaya dan mengadopsi element modern yang di perlukan untuk relevansi sosial. Hal ini memungkinkan tradisi berfungsi sebagai tantangan dalam menghadapi kemajuan jaman yang memerlukan persfektif etis dan panduan moral (Azra et, al., 2019).
Budaya Sunda yang dominan hidup dan terus tumbuh di Jawa Barat memiliki sumber nilai yang sangat kaya dan beragam serta terus mengembangkan budaya yang sangat kental. Dijelaskan Efendi, et al., (2020). Seorang budayawan Sunda yang menyatakan bahwa lokalitas bukan ruang terpencil yang tak tahu bagaimana menanggapi hegemoni asing (Toer, 2015). Banyak tradisi memiliki arti penting sebagai pedoman nilai dan moral (Triyanto, 2024), memberikan kontinuitas budaya dari masa lalu ke masa sekarang (Sikumbang, et al., 2023), di dalam tradisi itu memiliki nilai menumbuhkan kepeduliannya terhadap sosial (Mujahidin, et al., 2021), Tradisi dalam kehidupan sebagai fragmen warisan historis yang dianggap bermanfaat dan memiliki unsur esensial dari kehidupan (Silviani & Sudarto, 2024), dan menyucikan diri dari kesialan dan malapetaka serta sebagai bentuk kepatuhan spritual (Palupi & Bashofi, 2024). Meskipun banyak penelitian tentang tradisi Nadran dan dampaknya terhadap masyarakat telah dilakukan, seperti penelitian (Nurjanah & Inderasari, 2023), berfokus pada nilai religius, sebagai perwujudan rasa Syukur (Hibatulloh, 2024), Tindakan sosial (Ampera et al., 2024), nilai etis (Darojat, 2020), nilai budaya dan moral, ahklak mulia dan berperadaban (Lismawanty et al., 2021), nilai solidaritas (Achdiani, 2017). Namun kajian lebih sering diarahkan pada aspek ritual keagamaan, simbolisme budaya, dan sosial sementara pengaruhnya terhadap harmonisasi lingkungan dan penguatan moral lokal masih memerlukan eksplorasi lebih lanjut.