dc.description.abstract |
IMPLEMENTASI SARANA DAN PRASARANA RUANG PERPUSTAKAAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 11 HURUF b PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2023 DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 CIAWI DI KABUPATEN TASIKMALAYA
Perpustakaan sekolah merupakan salah satu fasilitas penting dalam mendukung kegiatan belajar mengajar, khususnya dalam meningkatkan budaya literasi peserta didik. Keberadaan ruang perpustakaan yang layak serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai menjadi bagian penting yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 tentang Standar Sarana dan Prasarana pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun dalam kenyataannya, kondisi perpustakaan di SMP Negeri 3 Ciawi Kabupaten Tasikmalaya belum sepenuhnya memenuhi standar sebagaimana dimaksud.
Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini yaitu mengenai implementasi Pasal 11 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 terhadap sarana dan prasarana ruang perpustakaan di SMP Negeri 3 Ciawi, kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak sekolah, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan peraturan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis objek yang diteliti secara sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, observasi langsung di lapangan, serta wawancara dengan kepala sekolah sebagai narasumber utama.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi Pasal 11 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 di SMP Negeri 3 Ciawi belum berjalan optimal. Ruang perpustakaan yang tersedia dinilai tidak layak karena ukurannya sempit, koleksi bukunya terbatas, dan tidak dapat menampung siswa dalam jumlah yang ideal. Kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan anggaran, tidak tersedianya ruang lain yang dapat dijadikan perpustakaan, serta belum adanya respon dari dinas pendidikan terhadap proposal bantuan dana yang diajukan oleh pihak sekolah. Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah antara lain dengan menggunakan ruangan alternatif untuk kegiatan literasi, mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar 10% untuk pengadaan buku, dan mendorong siswa membawa buku masing-masing.
Diharapkan ke depan pemerintah daerah dapat lebih aktif memberikan dukungan sarana prasarana, agar perpustakaan dapat menjadi pusat pembelajaran alternatif ketika guru tidak hadir, sekaligus sebagai tempat pengembangan minat baca siswa. |
en_US |