Abstract:
ABSTRAK
PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 4 HURUF d Jo PASAL 8 AYAT 4
PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1
TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN
PERTANAHAN PADA KANTOR AGRARIA TATA RUANG ATAU
BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN TASIKMALAYA
Pemerintah berupaya memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan hukum hak atas tanah rakyat, maka keberadaan sertipikat tanah
sangatlah penting. Oleh karena itu pemerintah berupaya keras mendorong
percepatan pendaftaran tanah lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Namun, implementasi peraturan ini sering kali menghadapi berbagai tantangan di
tingkat daerah. Di Kabupaten Tasikmalaya, Kantor ATR/BPN memiliki tanggung
jawab utama dalam melaksanakan peraturan tersebut.
Adapun yang menjadi identifikasi masalanya adalah bagaimana
pelaksanaan ketentuan Pasal 4 huruf d jo Pasal 8 ayat 4 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar pelayanan dan
pengaturan pertanahan pada Kantor ATR/BPN Kab. Tasikmalaya? Kendala apa
saja dan upaya bagaimana upaya mengatasi kendala terhadap pelaksanaan
ketentuan Pasal 4 huruf d jo Pasal 8 ayat 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar pelayanan dan pengaturan
pertanahan pada Kantor ATR/BPN Kab. Tasikmalaya?
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
analitis, yaitu cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi dan metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif.
Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dan
penelitian lapangan dengan observasi dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pelaksanaan ketentuan Pasal
4 Huruf D jo Pasal 8 Ayat 4 Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2010 di
Kabupaten Tasikmalaya bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan
efektivitas pelayanan pertanahan, namun masih menghadapi kendala dalam
koordinasi lintas instansi, terutama terkait batas lahan dengan kawasan kehutanan
yang memperlambat proses administrasi dan kepastian hukum bagi pemohon.
Kompleksitas birokrasi dan lambannya mekanisme penyelesaian konflik batas
tanah semakin menghambat pelayanan. Untuk mengatasi kendala tersebut, Kantor
ATR/BPN Kabupaten Tasikmalaya meningkatkan koordinasi dengan instansi
terkait, mengoptimalkan sistem digital untuk efisiensi administrasi, serta
melakukan sosialisasi kepada masyarakat guna meningkatkan pemahaman
prosedural. Upaya ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian administrasi
pertanahan dan memberikan kepastian hukum bagi pemohon.
Penulis memberikan saran diharapkan pihak ATR/BPN Kabupaten
Tasikmalaya dapat lebih meningkaykan efektivitas koordinasi dengan instansi
terkait, terutama dalam hal percepatan proses persetujuan lahan.