Abstract:
Pengaturan mengenai peralihan hak atas ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya diatur dalam Pasal 48 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha untuk melindungi hak-hak atas anak. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pengamatan penulis sehubungan dengan terjadinya perwalian di luar persidangan di Kelurahan Sukamulya Kecamatan Bungursari Tasikmalaya.
Identifikasi masalah yang penulis bahas dalam penelitian ini mengenai bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang masih di bawah umur oleh orang tuanya di Kelurahan Sukamulya Kecamatan Bungursari, kendala-kendala apa saja dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya dan upaya-upaya untuk mengatasi kendala peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya dalam tinjauan yuridis terhadap peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya dihubungkan dengan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, metode pendekatan yuridis normatif, teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta studi lapangan dengan melakukan observasi melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian terkait dengan permasalahan dan wawancara dengan pihak-pihak yang melakukan peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya dan responden penelitian yaitu Kepala Kelurahan Sukamulya.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah ahli waris yang masih di bawah umur oleh orang tuanya di Kelurahan Sukamulya Kecamatan Bungursari tidak sesuai dengan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kendala-kendala yang terjadi yaitu biaya perceraian melalui persidangan dianggap memberatkan bagi pihak yang akan melakukan permohonan perwalian, perwalian melalui persidangan dianggap memakan waktu yang cukup lama, kurangnya kesadaran hukum, dan sudah menjadi kebiasaan. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan sosialisasi, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pelaksanaan perwalian yang sesuai dengan aturan hukum.
Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1974 tentang perkawinan, diharapkan hendaknya masyarakat secara umumnya dapat mengetahui dan melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya, serta bagi lembaga yang menaungi masalah tersebut hendaknya dapat meningkatkan pendidikan di tengah masyarakat.