Abstract:
PENERAPAN PASAL 44 AYAT (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KECAMATAN KALIPUCANG KABUPATEN PANGANDARAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 185/Pid.B/2022/PN.Cms).
Pembunuhan merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum maupun tidak melanggar hukum. Menghilangkan nyawa seseorang dapat juga dimulai dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran, serta Pertimbangan hukum Hakim dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pembunuhan dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitis bertujuan memberikan gambaran, penjelasan dan kejelasan permasalahan yang merumuskan kembali permasalahan tersebut, serta menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan Pasal 44 Ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak dapat dibuktikan, walaupun Terdakwa dan Korban merupakan suami istri tetapi tidak tercatat secara negara dan hanya tercatat dalam kartu keluarga. Sehingga kasus tersebut lebih memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Biasa sesuai Pasal 338 KUHP. Pertimbangan Hakim dalam menerapkan hukumnya lebih kepertimbangan hal-hal kepada terdakwa, sehingga hakim kurang tepat dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara dengan menggunakan batas minimum sanksi dalam Pasal 338 KUHP dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun. Seharusnya hakim menggunakan Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebab meskipun pernikahan siri, tetapi diakui sebagai pernikahan yang sah secara agama, sehingga lebih tepat dalam permasalahan pembunuhan di lingkup rumah tangga.
Saran penulis dalam penelitian ini, bagi Pemerintah dan penegak hukum perlu dilakukannya sosialisasi mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga kepada masyarakat khususnya masyarakat desa Karena masih banyak masyarakat kurang mengetahui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga tidak ada kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Serta pentingnya sebuah pernikahan yang tercatat secara negara agar apabila terjadi suatu tindak pidana terutama pembunuhan di lingkungan keluarga dapat memiliki kekuatan hukum tetap.