Abstract:
Perlindungan hukum terhadap saksi korban bukan hanya merupakan suatu kewajiban moral, tetapi juga suatu langkah strategis yang penting dalam membangun sistem peradilan yang lebih sensitif, responsif, dan berfokus pada pemulihan. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menunjukkan upaya konkret untuk melibatkan saksi korban dalam proses peradilan dan memberikan perlindungan khusus terhadap mereka. Namun, implementasi pasal ini memerlukan pemahaman yang mendalam, evaluasi dampak terhadap pemulihan dan keadilan bagi saksi korban, serta identifikasi kendala-kendala praktis yang mungkin muncul selama pelaksanaan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengidentifikasi masalah adalah tentang bagaimanakah perlindungan hukum terhadap saksi korban tindak pidana seksual berdasarkan Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Studi Kasus Putusan Nomor: 176/Pid.B/2022/PN.Cms.). serta bagaimana pertimbangan hakim terhadap perlindungan hukum saksi korban tindak pidana seksual berdasarkan Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Studi Kasus Putusan Nomor: 176/Pid.B/2022/PN.Cms.)
Metode penulisan pada skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi, dilakukan dengan menempuh jalan pengumpulan, klasifikasi, analisis data dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan objektif, serta menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier.
Hasil pembahasan dan kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian ini adalah bahwa perlindungan hukum terhadap saksi korban tindak pidana seksual berdasarkan Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan pada kasus Putusan Nomor: 176/Pid.B/2022/PN.Cms. atas nama korban Sukmawati belum dapat terlaksana secara maksimal karena pada putusan tidak ada pertimbangan mengenai perlindungan hukum bagi korban; Pertimbangan Hakim terhadap perlindungan hukum saksi korban tindak pidana seksual melibatkan tiga aspek utama: yuridis, filosofis, dan sosiologis. Aspek yuridis menilai kesesuaian perbuatan terdakwa dengan dakwaan jaksa penuntut umum. Aspek filosofis menekankan bahwa pidana penjara bukan hanya hukuman, tetapi upaya untuk memperbaiki perilaku terdakwa. Aspek sosiologis menekankan pentingnya mempertimbangkan latar belakang sosial terdakwa dan dampak pidana terhadap masyarakat secara keseluruhan, dengan pidana penjara dipandang sebagai upaya terakhir untuk memperbaiki perilaku terdakwa.
Saran penulis berharap agar pemerintah pusat membentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) yang terintegrasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sehingga dapat menghasilkan langkah-langkah operasional yang menjadi pedoman dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.