Abstract:
Teknologi pada zaman sekarang banyak sekali mengalami perkembangan,kejahatan informasi-informasi palsu seringkali banyak terjadi di media sosial. Jenis tindak pidana kejahatan dalam sosial media diantaranya adalah penyebaran pemberitaan bohong. Cyber crime adalah kejahatan-kejahatan yang menggunakan sarana teknologi informasi sebagai alat. Cyber crime merupakan kejahatan modern sebagai akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Cyber crime muncul bersamaan dengan lahirnya revolusi teknologi informasi.
Penulis melakukan penelitian dengan Batasan identifikasi masalah bagaimanakah proses penegakan hukum pidana terhadap kasus penyebar berita hoax atas pasien corona kabur dari Rumah Sakit Umum Kota Banjar (Studi kasus putusan nomor 85/Pid.Sus/2020/PN.Bjr) dan bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap putusan kasus penyebar berita hoax atas pasien corona kabur dari Rumah Sakit Umum Kota Banjar (Studi kasus putusan nomor 85/Pid.Sus/2020/PN.Bjr).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif analitis yaitu dengan cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi,dilakukan dengan menempuh jalan pengumpulan data,klasifikasi data,analisis data yang disimpulkan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif. Sedangkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis yaitu penelitian hukum mengutamakan cara meneliti bahan Pustaka atau yang disebut bahan data sekunder yang berupa hukum positif.
Hasil pembahasan dan kesimpulan yang didapat adalah bahwa proses penegakan hukum dalam kasus ini jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana : perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Terdakwa mengajukan permohonan berupa keringanan hukuman karena menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Majelis hakim memilih langsung dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.