dc.description.abstract |
Penjatuhan pidana penjara kepada pelaku kejahatan dianggap sudah cukup memberi perlindungan kepada korban karena pelaku sudah mendapatkan balasan yang setimpal dari perbuatannya,sebab sudah berada di dalam tahanan. Hal tersebut sebenarnya belum cukup untuk melindungi korban,karena masih banyak hak-hak korban yang belum Kembali seperti halnya sebelum terjadinya kejahatan,sehingga dalam penulisan skripsi ini penulis mengidentifikasi masalah adalah tentang bagaimana kajian viktimologi tentang perlindungan hukum kepada korban pencurian motor, kendala-kendala serta upaya dalam perlindungan hukum kepada korban pencurian motor berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a undang-undang nomor 31 tahhun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban di wilayah hukum pengadilan negeri Banjar ( studi kasus putusan nomor : 74/Pid.B/2021/Bjr).
Metode penulisan pada skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi,dilakukan dengan menempuh jalan pengumpulan,klsifikasi,analisis data dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan objektif serta menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan Pustaka atau data sekunder yang mungkin mencakup bahan hukum primer,sekunder dan tertier.
Perlindungan hukum kepada korban pencurian motor berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban di wilayah hukum pengadilan negeri Banjar (studi kasus putusan nomor 74/Pid.B/2021/PN Bjr) masih kurang maksimal karena penjatuhan pidana penjara kepada pelaku kejahatan dirasakan belum cukup memberi perlindungan kepada korban sebab masih banyak hak-hak korban yang belum Kembali seperti halnya sebelum terjadinya kejahatan seperti belum kembalinya motor milik korban yang dicuri oleh pelaku. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu kurangnya Tingkat kepercayaan Masyarakat kepada apparat hukum,Hakim yang tidak bisa memberikan putusan ganti rugi kepada pelaku karena pelaku termasuk warga miskin,kurang lengkapnya instrument hukum yang khusus melindungi hak-hak korban secara keseluruhan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi diantaranya meningkatkan kinerja apparat hukum yang ada, baik dari kepolisian,kejaksaan dan pengadilan negeri. Hakim lebih mengutamakan penyelesaian melalui restorative justice,untuk kasus pencurian biasa tanpa disertai kekerasan dan tidak menimbulkan korban jiwa,para apparat hukum yang ada untuk memaksimalkan pelaksanaan undang-undang yang sudah ada dalam melindungi hak-hak korban.
Diperlukan undang-undang sebagai paying hukum yang jelas dalam perlindungan kepada korban khususnya penerapan pemberian ganti rugi kepada korban kejahatan harta benda termasuk pertimbangan pelaksanaan dengan upaya restorative justice. Begitu juga dengan prosedur dalam pemberian ganti rugi harus lebih diperjelas sehingga memiliki ketetapan hukum yang jelas dan keseragaman pemahaman hakim. |
en_US |