Abstract:
Negara Indonesia adalah negara agraris,Sebagian penduduk Indonesia disetiap wilayah berpenghasilan sebagai petani,sehingga lahan pertanian memegang peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah dengan mengelola tanah,akan tetapi pada kenyatannya tidak semua orang memiliki ha katas tanah. Dan disisi lain ada orang yang memiliki tanah tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengelola tanah sehingga terjadilah perjanjian bagi hasil diantara mereka. Khusus mengenai perjanjian bagi hasil di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil,masyarakat desa Banjaran pada kenyataannya masih melaksanakan perjanjian bagi hasil secara tidak tertulis (lisan) serta belum merujuk pada ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut bagaimanakah pelaksanaan,kendala serta upaya dalam pelaksanaan ketentuan pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil antara penggarap dan pemilik lahan di Desa Banjaran Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yaitu cara unutk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dan menggunakan metode metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan metode kepustakaan,penelitian lapangan dengan observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan ketentuan pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil antara penggarap dan pemilik lahan di Desa Banjaran Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka dalam pelaksanaannya maish banyak yang bertentangan dengan peraturan yang ada,yang mana perjanjian bagi hasil di Desa Banjaran tidak dilakukan dihadapan kepala desa,hal tersebut terjadi karena maish patuhnya terhadap hukum adat dan kurangnya pengetahuan tentang hukum sehingga menjadikan hukum adat masih sebagai landasan dalam melakukan suatu perjanjian.
Saran penulis dalam penelitian ini seyogyanya apparat pemerintah desa Banjaran dapat mensosialisasikan tentang kesadaran hukum terhadap masyarakat khususnya mengenai perjanjian bagi hasil pertanian sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.