Abstract:
Kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas tuna grahita menjadi permasalahan yang serius yang dihadapi pemerintah. Pelaku seringkali memanfaatkan keadaan korban yang memiliki IQ dibawah rata-rata. Kajian viktimologi terhadap korban kekerasan seksual penyandang disabilitas tuna grahita (studi kasus nomor 58/Pid.Sus/2022/PN Bjr) merupakan kekerasan seksual yang dilakukan seorang ayah terhadap anak tirinya yang merupakan seorang penyandang disabilitas tuna grahita. Tindak pidana kekerasan seksual itu dilakukan sebanyak lima kali dan terjadi karena korban orang yang memiliki keterbatasan dalam berpikir dan bertindak seperti orang normal pada umumnya.
Penulis melakukan penelitian dengan Batasan identifikasi masalah perlindungan hak-hak korban tindak pidana kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas tuna grahita. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban penyandang disabilitas tuna grahita. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Banjar dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas tuna grahita dalam kasus nomor 58/Pid.Sus/PN Bjr).
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif anaiitis yaitu cara untuk memecahkan masalah atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi serta menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis.
Hasil penelitian dan kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian ini berupa kajian viktimologi terhadap korban kekerasan seksual penyandang disabilitas tuna grahita (studi kasus nomor 58/Pid.Sus/PN Bjr) yaitu perlindungan hak-hak korban tindak pidana kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas tuna grahita dilakukan oleh pemerintah terkait diantaranya Pengadilan Negeri Kota Banjar,Dinas Sosial dan Polres Kota Banjar. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban penyandang disabilitas tuna grahita yaitu keterangan saksi,memenuhi unsur-unsur tindak pidana,tidak ada hal yang menghapuskan pertanggungjawaban,adanya barang bukti,keadaan memberatkan dan meringankan,dalam putusan ini hakim tidak mempertimbangakan akibat-akibat dan penderitaan yang dialami oleh korban. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kota Banjar dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas tuna grahita terdiri dari upaya prefentif dan upaya refresif.
Saran penulis seharusnya anak penyandang retardasi mental diawasi langsung oleh ibu dan tidak meninggalkan Bersama dengan laki-laki sekalipun itu ayah tiri,hakim hendaknya mempertimbangkan akibat-akibat dan penderitaan yang dialami oleh korban kekerasan seksual penyandang retardasi mental dan meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap korban kekerasan seksual penyandang retardasi mental.